BAB 5 contoh kasus hukum perjanjian
Dunia kedokteran yang dahulu seakan tak terjangkau
oleh hukum, dengan berkembangnya kesadaran masyarakat akan kebutuhannya tentang
perlindungan hukum menjadikan dunia pengobatan bukan saja sebagai hubungan
keperdataan, bahkan sering berkembang menjadi persoalan pidana. Banyak
persoalan-persoalan malpraktek yang kita jumpai, atas kesadaran hukum pasien
maka diangkat menjadi masalah pidana. Berdasarkan hal tersebut diperlukan suatu
pemikiran dan langkah-langkah yang bijaksana sehingga masing-masing pihak baik
dokter maupun pasien memperoleh perlindungan hukum yang seadil adilnya.
Membiarkan persoalan ini berlarut-larut akan berdampak negativ terhadap
pelayanan medis yang pada akhirnya akan dapat merugikan masyarakat secara
keseluruhan. Memang disadari oleh semua pihak, bahwa dokter hanyalah manusia yang
suatu saat bisa salah dan lalai sehingga pelanggaran kode etik bisa terjadi,
bahkan mungkin sampai pelanggaran norma-norma hukum. Soerjono Soekanto dan
Kartono Muhammad berpendapat bahwa belum ada parameter yang tegas tentang batas
pelanggaran kode etik dan pelanggaran hukum.
Belum adanya
parameter yang tegas antara pelanggaran kode etik dan pelanggaran didalam
perbuatan dokter terhadap pasien tersebut, menunjukan adanya kebutuhan akan
hukum yang betul-betul diterapkan dalam pemecahan masalah-masalah medik, yang
hanya bisa diperoleh dengan berusaha memahami fenomena yang ada didalam profesi
kedokteran.
Sekalipun
pasien atau keluarganya mengetahui bahwa kualitas pelayanan yang diterimanya
kurang memadai, seringkali pasien atau keluarganya lebih memilih diam karena
kalau mereka menyatakan ketidak puasannya kepada dokter, mereka khawatir kalau
dokter akan menolak menolong dirinya yang pada akhirnya bisa menghambat
kesembuhan sang pasien. Walapun demikian tidak semua pasien memilih diam
apabila pelayanan dokter tidak memuaskan dirinya ataupun keluarganya terutama
bila salah satu anggota keluarganya ada yang mengalami cacat atau kematian
setelah prosedur pengobatan dilakukan oleh dokter. Berubahnya fenomena tersebut
terjadi karena perubahan sudut pandang terhadap dokter dengan pasiennya.
Kedudukan pasien yang semula hanya sebagai pihak yang
bergantung pada dokter dalam menentukan cara penyembuhan (terapi) kini berubah
menjadi sederajat dengan dokter. Dengan demikian dokter tidak boleh lagi
mengabaikan pertimbangan dan pendapat pihak pasien dalam memilih cara
pengobatan termasuk pendapat pasien untuk menentukan pengobatan dengan operasi
atau tidak. Akibatnya apabila pasien merasa dirugikan dalam pelayanan dokter
maka pasien akan mengajukan gugatan terhadap dokter untuk memberikan ganti rugi
terhadap pengobatan yang dianggap merugikan dirinya. Dokterpun bereaksi,
tindakan-tindakan penuntutan dipengadilan itu mereka anggap sebagai ancaman.
Penerapan hukum dibidang kedikteran dianggap sebagai intervensi hukum. Mereka
mengemukakan bahwa KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) sudah cukup untuk
mengatur dan mengawasi dokter dalam bekerja, sehingga tidak perlu lagi adanya
intervensi hukum tersebut. Lebih jauh dari itu kekhawatiran paling utama adalah
profesi kedokteran akan kehilangan martabatnya manakala diatur oleh hukum.
Dokter merasa resah dan merasa diperlakukan tidak adil sehingga mereka menuntut
perlindungan hukum agar dapat menjalankan profesinya dalam suasana tentram.
Sampai sekarang yang mereka persoalkan adalah perlindungan hukum dan bukan
mengenai masalah tanggung jawab hukum serta kesadaran hukum dokter dalam
menjalankan profesinya. Hal ini menunjukan kurangnya pengertian mengenai Etika
dan Hukum dalam kalangan dokter. Demikian juga kerancuan pemahaman atas masalah
medical malpractice, masih sering dianggap pelanggaran norma etis
profesi saja yang tidak seharusnya diberikan sanksi ancaman pidana.
Kenyataan menunjukan bahwa kemajuan teknologi memang
mampu meningkatkan mutu dan jangkauan diagnosis (penentuan jenis penyakit) dan
terapi (penyembuhan) sampai batasan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Namun demikian tidak selalu mampu menyelesaikan problema medis seseorang
penderita, bahkan kadang-kadang muncul problem baru dimana untuk melakukan
diagnosa dokter sangat bergantung pada alat bantu diagnosis. Patut disadari
bahwa ilmu dokter bukanlah ilmu pasti, menentukan diagnosis merupakan seni
tersendri karena memerlukan imajinasi setelah mendengar keluhan-keluhan pasien
dan melakukan pengamatan yang seksama terhadapnya. Hipocrates mengatakan bahwa
ilmu kedokteran merupakan perpaduan antara pengetahuan dan seni (science and
art) yang harus diramu sedemikian sehingga menghasilkan suatu diagnosa yang
mendekati kebenaran.
Memang kita
harus berkata jujur bahwa profesi kedokteran merupakan suatu profesi yang penuh
dengan resiko dan kadang-kadang dalam mengobati penderita atau pasien dapat
terjadi kematian sebagai akibat dari tindakan dokter. Resiko ini kadangkala
diartikan oleh pihak luar profesi kedokteran sebagai malpraktek medik.
Pelayanan kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk
melaksanakan pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit, termasuk didalamnya
pelayanan medis yang dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara dokter
dengan pasien yang membutuhkan penyembuhan. Dalam hubungan antara dokter dan
pasien tersebut terjadi transaksi terapeutik artinya masing-masing pihak
mempunyai hak dan kewajiban. Dokter berkewajiban memberikan pelayanan medis
yang sebaik-baiknya bagi pasien. Pelayanan media ini dapat berupa penegakan
diagnosis dengan benar sesuai prosedur, pemberian terapi, melakukan tindakan
medik sesuai standar pelayanan medik, serta memberikan tindakan wajar yang
memang diperlukan untuk kesembuhan pasiennya. Adanya upaya maksimal yang
dilakukan dokter ini adalah bertujuan agar pasien tersebut dapat memperoleh hak
yang diharapkannya dari transaksi yaitu kesembuhan ataupun pemulihan
kesehatannya.
Namun adakalanya
hasil yang dicapai tidak sesuai dengan harapan masing-masing pihak. Dokter
tidak berhasil menyembuhkan pasien, adakalanya pasien menderita cacat atau
bahkan sampai terjadi kematian dan tindakan dokterlah yang diduga sebagai
penyebab kematian tersebut. Dalam hal terjadi peristiwa yang demikian inilah dokter
sering kali dituduh melakukan kelalaian yang pada umumnya dianggap sebagai
malpraktek.
Kesimpulan
Malpraktek
dapat memberikan dampak buruk terhadap pasien yang sedang menjalani pengobatan
seharusnya rumah sakit memberikan surat perjanjian antara pasien dengan rumah
sakit terhadap dampak-dampak apa saja yang akan timnul setelah di lakukannya
pengobatan.
sumber
www.beritaterhangat.net
0 Response to "BAB 5 contoh kasus hukum perjanjian"
Posting Komentar