TUGAS 2 "Akuntansi Internasional"
1. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) tentang Accrual Basis dan Going Concern
Akuntansi adalah pengukuran,
penjabaran, atau pemberian kepastian mengenai informasi yang akan membantu
manajer, investor, otoritas pajak
dan pembuat keputusan lain untuk membuat alokasi sumber daya keputusan di dalam
perusahaan, organisasi, dan lembaga pemerintah. Akuntansi adalah seni dalam
mengukur, berkomunikasi dan menginterpretasikan aktivitas keuangan.
Secara luas,
akuntansi juga dikenal sebagai “bahasa bisnis”. Akuntansi bertujuan untuk
menyiapkan suatu laporan keuangan yang akurat agar dapat dimanfaatkan oleh para
manajer, pengambil kebijakan, dan pihak berkepentingan lainnya, seperti
pemegang saham, kreditur, atau pemilik. Pencatatan harian yang terlibat dalam
proses ini dikenal dengan istilah pembukuan. Akuntansi keuangan adalah suatu
cabang dari akuntansi dimana informasi keuangan pada suatu bisnis dicatat,
diklasifikasi, diringkas, diinterpretasikan, dan dikomunikasikan. Auditing,
satu disiplin ilmu yang terkait tapi tetap terpisah dari akuntansi, adalah
suatu proses dimana pemeriksa independen memeriksa laporan keuangan suatu organisasi untuk memberikan suatu pendapat atau
opini – yang masuk akal tapi tak dijamin sepenuhnya – mengenai kewajaran dan
kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi yang berterima umum.
a.
Accrual
Basis
PSAK1 mensyaratkan bahwa suatu entitas dalam menyusun laporan keuangannya,
kecuali laporan arus kas, dengan menggunakan dasar akrual akuntansi.
Materialitas dan Agregasi
PSAK 1 mengatur bahwa masing-masing unsur material diungkapkan secara
terpisah dalam laporan keuangan. Suatu informasi disebut material jika
informasi tersebut dihapuskan atau disajikan secara tidak tepat, maka keputusan
ekonomi pengguna berdasarkan laporan keuangan itu akan terpengaruh.
Materialitas bergantung pada besaran dan sifat penghapusan atau penyajian yang
tidak tepat, yang dipertimbangkan menurut kondisi yang ada. Besaran atau sifat
suatu unsur, atau gabungan keduanya, dapat menjadi faktor penentu.
1. PSAK 1 juga
mengatur bahwa unsur-unsur tidak material harus digabungkan dengan unsur lain
yang sejenis dan tidak perlu disajikan secara terpisah.
2. Penerapan
konsep materialitas juga berarti bahwa persyaratan pengungkapan dalam SAK tidak
perlu dipenuhi jika informasi yang dihasilkan tidak maerial.
Saling Hapus
PSAK1
mengatur bahwa aset dan liabilitas, serta pendapatan dan beban tidak boleh
saling hapus kecuali bila disyaratkan atau diijinkan oleh SAK lain karena
saling hapus dapat mempengaruhi pemahaman pengguna laporan keuangan.
Dalam
konteks ini, aset yang dilaporkan sebesar nilai setelah dikurangi penyisihan
(misalnya penyisihan pitang ragu-ragu) tidak termasuk saling hapus.
Frekuensi Pelaporan
Kebermanfaatan
laporan keuangan akan berkurang bila laporan keuangan itu tidak diberikan
kepada pengguna secara tepat waktu. PSAK1 mensyaratkan bahwa laporan keuangan
disajikan paling sedikit satu tahun sekali.
Apabila
tanggal pelaporan berubah, PSAK 1 mensyaratkan bahwa entitas mengungkapkan
hal-hal sebagai berikut:
a. alasan menggunakan periode yang
lebih atau kurang darpi satu tahun kalender
b. fakta bahwa informasi komparatif
laba rugi, perubahan ekuitas, arus kas, dan catatan terkait tidak seluruhnya
dapat dibandingkan
Informasi
Komparatif
PSAK 1
mengatur bahwa informasi komparatif diungkapkan secara komparatif dengan
periode sebelumnya untuk seluruh informasi angka dalam laporan keuangan kecuali
bila tidak diperbolehkan atau dipersyaratkan oleh SAK lain.
Informasi
komparatif diuangkapkan dalam informasi naratif dan deskriptif bila relevan
untuk pemahaman laporan keuangan untuk periode berjalan.
Bila ada
perubahan penyajian laporan keuangan, informasi komparatif umumnya disesuaikan
atau diklasifikasikan ulang agar sesuai dengan penyajian periode berjalan.
Fakta ini juga diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
Konsistensi Penyajian
PSAK 1
mengatur bahwa penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan
antarperiode harus konsisten.
PSAK 1
memperbolehkan penyajian dan klasifikasi untuk diubah apabila perubahan
tersebut:
a. menghasilkan penyajian yang lebi
tepat
b. disyaratkan oleh SAK atau
interpretasi
b.
Going
Concern
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK Revisi 2007), terdapat empat karakteristik kualitatif laporan
keuangan, yaitu:
1.
Dapat dipahami
2.
Relevan
3.
Keandalan
4.
Dapat diperbandingkan
Sedangkan
asumsi dasar yang terdapat pada laporan keuangan adalah asumsi dasar akrual
(accrual basis) dan kelangsungan usaha (going concern).
Asumsi going
concern adalah salah satu asumsi yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan
suatu perusahaan. Asumsi ini mengharuskan perusahaan secara operasional dan
keuangan memiliki kemampuan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya atau
going concern.
Kemampuan
mempertahankan kelangsungan hidup adalah syarat suatu laporan keuangan disusun
dengan menggunakan dasar akrual, yaitu dasar pencatatan transaksi yang
dilakukan pada saat terjadinya, bukan pada saat kas atau setara kas diterima
atau diberikan.
Komite
Standar Profesional Akuntan Publik di Indonesia menerbitkan Interpretasi
Pernyataan Standar Auditing (IPSA) No. 30 tentang “Laporan Auditor Independen
tentang Dampak Memburuknya Kondisi Ekonomi Indonesia Terhadap Kelangsungan
Hidup Entitas”. IPSA tersebut menganggap auditor perlu untuk mempertimbangkan
tiga hal, yaitu:
(1)
Kewajiban auditor untuk memberikan saran bagi kliennya dalam mengungkapkan
dampak kondisi ekonomi tersebut (jika ada) terhadap kemampuan entitas untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya.
(2)
Pengungkapan peristiwa kemudian yang mungkin timbul sebagai akibat kondisi
ekonomi tersebut.
(3) Modifikasi
laporan audit bentuk baku jika memburuknya kondisi ekonomi tersebut berdampak
terhadap kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Pedoman
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK Revisi 2007) mengatur mengenai masalah
kelangsungan usaha bagi manajemen dalam menyusun laporan keuangan. Berikut
pedoman dalam PSAK 01 (Revisi 2007) tentang pengungkapan kebijakan akuntansi,
pada paragraf 17 dan paragraf 18:
17 Laporan
keuangan harus disusun berdasarkan asumsi kelangsungan usaha. apabila laporan
keuangan tidak disusun berdasarkan asumsi kelangsungan usaha maka kenyataan
tersebut harus diungkapkan bersama dengan dasar lain yang digunakan dalam
penyusunan laporan keuangan serta alasan mengapa asumsi kelangsungan usaha
perusahaan tidak dapat digunakan.
18 Manajemen
bertanggung jawab untuk mempertimbangkan apakah asumsi kelangsungan usaha masih
layak digunakan dalam menyiapkan laporan keuangan. Dalam mempertimbangkan
apakah dasar asumsi kelangsungan usaha dapat digunakan, manajemen memperhatikan
semua informasi masa depan yang relevan paling sedikit untuk jangka waktu 12
bulan dari tanggal neraca. Tingkat pertimbangan tergantung pada kasus demi
kasus. Apabila selama ini perusahaan menghasilkan laba dan mempunyai akses ke
sumber pembiayaan maka asumsi kelangsungan usaha mungkin dapat disimpulkan
tanpa melalui analisis rinci. Dalam kasus lain, manajemen perlu memperhatikan
faktor yang mempengaruhi profitabilitas masa kini maupun masa yang akan datang,
jadual pembayaran utang dan sumber potensial pembiayaan pengganti sebelum dapat
menyimpulkan bahwa asumsi kelangsungan usaha dapat digunakan.
Di dalam PSA
No. 30. Paragraf 06, SPAP memberikan contoh kondisi dan peristiwa yang
mengindikasikan ketidakpastian going concern suatu entitas, sebagai berikut:
1.
Trend negatif - sebagai contoh, kerugian operasi yang
berulangkali terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan
usaha, ratio keuangan penting yang jelek.
2.
Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan –
sebagai contoh, kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian
serupa, penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh pemasok terhadap
pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, rektrukturisasi utang, kebutuhan
untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar
aktiva.
3.
Masalah intern - sebagai contoh, pemogokan kerja atau
kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses
projek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis,
kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi.
4.
Masalah luar yang telah terjadi - sebagai contoh,
pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang, atau masalah-masalah
lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi;
kehilangan franchise, lisensi atau paten penting; kehilangan pelanggan atau
pemasok utama; kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir,
kekeringan,yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan
pertanggungan yang tidak memadai.
2. Laporan Keuangan Menurut PSAK dan IFRS
a. Laporan Keuangan Menurut PSAK
DSAK-IAI
mengeluarkan PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan (Revisi 2009) berlaku efektif 1
Januari 2011 dan membawa banyak perubahan pada wajah laporan keuangan
perusahaan di Indonesia. PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan menetapkan
dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan.
Secara
khusus, PSAK 1 mengatur:
1.
pertimbangan menyeluruh untuk penyajian laporan
keuangan
2.
penduan tentang struktur laporan keuangan
3.
persyaratan minimum untuk isi laporan
keuangan
PSAK 1 dapat
diterapkan untuk semua laporan keuangan tujuan umum (general purposes financial
statements) yang disusun dan disajikan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan
(SAK). Namun PSAK 1 tidak berlaku bagi entitas yang menyusun dan menyajikan
laporan keuangan berbasis syariah yang merujuk kepada PSAK 101 Penyajian
Laporan Keuangan Syariah.
Dengan
demikian, PSAK 1 dapat diterapkan untuk laporan keuangan semua entitas usaha
baik individu maupun grup dalam bentuk laporan keuangan tahunan, namun tidak
untuk laporan keuangan interim yang diatur dalam PSAK 3 Laporan Keuangan
Interim.
Pernyataan
ini menetetapkan dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan bertujuan umum
(general purpose financial statements) yang selanjutnya disebut “laporan keuangan”
agar dapat dibandinkan baik dengan laporan periode sebelumnya maupun dengan
laporan keuangan entitas lain. Pernyataan in mengatur persyaratan bagi
penyajian laporan keuangan, struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimal
isi laporan keuangan.
Entitas
menerapkan pernyataan ini dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan
bertujuan umum sesuai dengan standar akuntans keuangan. Pernyataan ini tidak
berlaku bagi penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas syariah. PSAK
lainya mengatur persyaratan pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan transaksi
tertentu dan peristiwa lain.
Pernyataan
ini tidak diterapkan bagi struktur dan isi laporan keuangan interim ringkas
yang disusun sesuai dengan PSAK 3: Laporan keuangan Interim. Pernyataan
ini berlaku bagi seluruh entitas, termasuk entitas yang menyajikan laporan
keuangan konsolidasian dan laporan keuangan tersendiri sebagaimana diatur dalam
PSAK 4: Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri.
Pernyataan
ini menggunakan terminologi yang cocok bagi entitas yang berorientasi laba,
termasuk entitas bisnis sektor publik. JIka entitas tidak berorientasi laba
menerapkan pernyataan ini, maka entitas tersebut mungkin perlu menyesuaikan
deskripsi beberapa pos yang terdapat dalam laporan keuagnan dan istilah laporan
keuangan itu sendiri.
hal yang
sama, entitas yang tidak memiliki ekuitas sebagaimana didefinisikan dalam PSAK
50: Instrumen Keuangan: Penyajian (misalnya reksa dana) dan entitas yang
modalnya bukanekuitas (misalnya koperasi) mungkin perlu mengadaptasi
penyajian laporan keuangan kepentingan peserta atau pemegang unit.
Tujuan
laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan,
kinerja, dan arus kas dari suatu entitas yang bermanfaat bagi beragam pengguna
laporan dalam membuat keputusan ekonomi.
PSAK 1
mnegatur bahwa laporan keuangan harus mencakup komponen-komponen sebagai
berikut:
a.
Laporan posisi keuangan (neraca) pada akhir periode
b.
Laporan laba rugi komprehensif
c.
Laporan perubahan ekuitas
d.
Laporan arus kas
e.
Catatan atas laporan keuangan berisi ringkasan
kebijakan akuntansi penting danpenjelasan lain
f.
Laporan posisi keuangan pada awal
periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan
akuntansi secara restropektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan
keuangan atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan.
Selain
komponen tersebut di atas entitas juga dianjurkan untuk menyajikan laporan
tambahan di luar laporan keuangan, misalnya tentang laporan lingkungan dan
laporan nilai tambah (value added statement) jika manajamen meyakini
bahwa informasi tambahan tersebut akan membantu pengguna dalam membuat
keputusan ekonomi. Laporan tambahan tersebut disajikan di luar laporan
keuangan.
PSAK 1
menetapkan karakteristik umum penyajian laporan keuangan sebagai berikut:
a.
Penyajian secara wajar dan kepatuhan terhadap
persyaratan standar akuntansi keuangan
b.
Kelangsungan usaha
c.
Dasar akrual akuntansi
d. Materialitas
dan agregasi
e. Saling hapus
(offsetting)
f. Frekuensi pelaporan
g. Informasi komparatif
h. Konsistensi
penyajian
b.
Laporan
Keuangan Menurut IFRS
Standar Akuntansi Internasional
(International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama
dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat
Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi
Akuntansi Internasioanal (IFAC).
Badan Standar Akuntansi
Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional
(AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi.
Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar
akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat
diperbandingkan.
Pada tahun 2012, pencatatan keuangan
di Indonesia akan berdasarkan pada International Finance Reporting Standard
(IFRS). IFRS merupakan standar pencatatan dan pelaporan akuntansi yang berlaku
secara internasional yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard
Boards (IASB), sebuah lembaga internasional yang bertujuan untuk mengembangkan
suatu standar akuntansi yang tinggi, dapat dimengerti, diterapkan, dan diterima
secara internasional.
Saat ini IFRS telah digunakan lebih
dari 100 negara, berlaku untuk semua negara di Uni Eropa pada tahun 2005.
Brasil, Kanada dan India telah mengumumkan kewajiban untuk menggunakan IFRS
bagi perusahaan-perusahaan yang berlokasi di negara tersebut. Pada tahun 2011
diperkirakan semua negara besar sudah mengadopsi IFRS dengan berbagai
variasinya, China dan Jepang secara substansi akan menyesuaiakan dengan IFRS
dan perusahaan go public di Amerika Serikat akan mempunyai pilihan apakan
menggunakan IFRS atau US GAAP.
Beberapa Perbedaan PSAK dan IFRS
adalah sebagai berikut:
PSAK mengkombinasikan basis prinsip dan basis aturan sedangkan IFRS
berbasis prinsip saja; Jika nilai historis lebih rendah maka disajikan sebesar
nilai historis, sedangkan IFRS nilai historis tetap dipergunakan; IFRS ada
kecenderungan penyajian nilai harta dan kewajiban sebesar nilai wajar; IFRS
menyajikan perbandingan nilai wajar dengan historis; Pada IFRS ada perubahan
istilah dan komponen laporan keuangan.
Kerangka Kerja IFRS
Kerangka kerja guna Persiapan dan Presentasi Laporan Keuangan untuk
menyampaikan prinsip-prinsip dasar IFRS. Kerangka kerja IASB dan FASB
sedang dalam proses pembaharuan dan perangkuman. Proyek Kerangka Konseptual
Gabungan (The Joint Conceptual Framework project) bertujuan untuk
memperbaharui dan merapikan konsep- konsep yang telah ada guna menggambarkan
perubahan di pasar, praktek bisnis dan lingkungan ekonomi yang telah timbul
dalam dua dekade atau lebih sejak konsep pertama kali dibentuk. Tujuan keseluruhan
adalah untuk menciptakan dasar guna standar akuntansi di masa mendatang yang
berbasis prinsip, konsisten secara internal dan diterima secara internasional.
Karena hal tersebut, (dewan) IASB dan FASB Amerika Serikat melaksanakan proyek
secara bersama.
Konsep Dasar Standar Akuntansi Keuangan
1.
Tanggal pelaporan (reporting date) adalah tanggal
neraca untuk laporam keuangan pertama yang secara eksplisit menyatakan
bahwa laporan tersebut sesuai dengan IFRS (sebagai contoh 31 Desember 2006).
2.
Tanggal transisi (transition date) adalah tanggal
neraca awal untuk laporan keuangan komparatif tahun sebelumnya (sebagai contoh
1 Januari 2005, jika tanggal pelaporan adalah 31 Desember 2006). Pengecualian
untuk penerapan retrospektif IFRS terkait dengan hal-hal berikut:
1.
Penggabungan usaha sebelum tanggal transisi.
2.
Nilai wajar jumlah penilaian kembali yang dapat dianggap
sebagai nilai terpilih.
3.
Employee benefits.
4.
Perbedaan kumulatif atas translasi (penjabaran) mata
uang asing, muhibah (goodwill), dan penyesuaian nilai wajar.
5.
Instrumen keuangan, termasuk akuntansi lindung nilai
(hedging).
Sifat dan Keterbatasan Laporan
Keuangan
Menurut SAK sifat dan keterbatasan laporan keuangan
adalah:
1.
Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan
laporan atas kejadian yang telah lewat.
2.
Laporan keuangan bersifat umum, disajikan untuk semua
pemakai dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu saja
misalnya untuk Pajak, Bank.
3.
Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari
penggunaan taksiran dan berbagai pertimbangan.
4.
Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material.
5.
Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi
ketidakpastian.
6.
Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis
suatu peristiwa/transaksi daripada bentuk hukumnya (formalitas), (substance
over form).
7.
Laporan keuangan disusun dengan menggunakan
istilah-istilah teknis, dan pemakai laporan diasumsikan memahami bahasa teknis
akuntansi dan sifat dari informasi yang dilaporkan.
8.
Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat
digunakan menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber-sumber ekonomis dan
tingkat kesuksesan antar perusahaan.
9.
Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang
tidak dapat dikuantitatifkan umumnya diabaikan.
10. Pemakai
Laporan Keuangan.
c.
Perbandingan
PSAK dan IFRS
Jika kita bandingkan
antara semua standar akuntansi yang dimiliki Indonesia dengan IFRS, dengan
jelas kita temukan perbedaan kuantitas sebagai berikut:
PSAK
|
IFRS
|
43 Standart
(PSAK)
|
37 Standart
|
8 Syari’ah
Standart
|
8 IFRS
|
11
Interpretation (ISAK)
|
29 IAS
|
4 Tecnical
Bulletins
|
27
Interpretations
|
1 SAK ETAP
(Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik/UKM)
|
16 IFRIC
Interpretation
|
11 SIC
|
Di Indonesia juga masih terdapat Standar Akuntansi
Pemerintah (SAP) yang masih mengacu pada PSAK lama. Kemungkinan besar setelah
konvergensi PSAK ke IFRS akan menyusul perubahan pada SAP.
Tidak semua standar IFRS tersebut diatas dicontek
habis dan dirubah menjadi PSAK, itulah mengapa IAI memilih konvergensi dari
para adaption dan adoption. Sedikit gambaran saja untuk
membedakan ketiga istilah tersebut saya jelaskan dalam tabel berikut :
Perbedaan
|
Adaption
|
Convergence
|
Full Adoption
|
Arti harafiah
|
Adaptasi/Penyelarasan
|
Pertemuan pada suatu titik
|
Adopsi/pemakaian
|
Standart akuntansi
|
Membuat standar yang benar
benar baru
|
Membuat standar baru dengan
mempertimbangkan keadaan yang berlaku
|
Mentranslet standar lama
menjadi standar baru
|
Contoh negara
|
Indonesia sebelum IFRS
|
Indonesia setelah 2012
|
Australia, Hongkong
|
IFRS Convergence telah membawa dunia accounting ke
level baru, Saya mencatat tiga perbedaan mendasar, yaitu:
1.
PSAK yang
semula berdasarkan Historical Cost
mengubah paradigmanya menjadi Fair
Value based. Terdapat kewajiban dalam pencatatan pembukuan mengenai
penilaian kembali keakuratan berdasarkan nilai kini atas suatu aset, liabilitas
dan ekuitas. Fair Value based mendominasi perubahan-perubahan di PSAK untuk
konvergensi ke IFRS selain hal-hal lainnya. Sebagai contoh perlunya di lakukan
penilaian kembali suatu aset, apakah terdapat penurunan nilai atas suatu aset
pada suatu tanggal pelaporan. Hal ini untuk memberikan keakuratan atas
suatuatas suatu laporan keuangan.
2.
PSAK yang
semula lebih berdasarkan Rule Based
(sebagaimana USGAAP) berubah menjadi Prinsiple Based.
Apa itu Rule Based? Rule based adalah manakala
segala sesuatu menjadi jelas diatur batasan batasannya. Sebagai contoh adalah
manakala sesuatu materiality ditentukan misalkan diatas 75% dianggap
material dan ketentuan-ketentuan jelas lainnya.
Apa itu Prinsiple Based? IFRS menganut prinsip prinsiple based dimana
yang diatur dalam PSAK update untuk mengadopsi IFRS adalah prinsip-prinsip yang
dapat dijadikan bahan pertimbagan Akuntan / Management perusahaan sebagai dasar
acuan untuk kebijakan akuntansi perusahaan.
3.
Pemutakhiran (Update)
PSAK untuk memunculkan transparansi dimana laporan yang dikeluarkan untuk
eksternal harus cukup memiliki kedekatan fakta dengan laporan internal. Pihak
perusahaan harus mengeluarkan pengungkapan pengungkapan (disclosures)
penting dan signifikan sehingga para pihak pembaca laporan yang dikeluarkan ke
eksternal benar-benar dapat menganalisa perusahaan dengan fakta yang lebih
baik.
d. Persamaan PSAK dan IFRS
Sebagaimana diatur dalam IAS 32
& 39 dan IFRS 7 & 9, maka secara ringkas dapat dilihat. ada perbedaan
dan persamaan IFRS dengan GAAP, yaitu sebagai berikut:
1.
IFRS dan GAAP untuk debt securities memiliki
perlakuan akuntansi yang sama
2.
IFRS dan GAAP menggunakan pengujian yang sama untuk
menentukan apakah methode equity digunakan yaitu berdasarkan pengaruh yg
signifikan dg patokan lebih dari 20% kepemilikan.
3. Reklasifikasi securities adalah
sama antar keduanya.
4. Dasar konsolidasi, IFRS dan
GAAP mendasarkan pada persentasi kepemilikan (50%)
5. IFRS dan GAAP sama dalam
akuntansi untuk pemilihan Fair Value yaitu pilihan menggunakan fair value harus dilakukan di awal pengakuan.
6. GAAP tidak mengizinkan reversal
untuk beban impairment yang telah terjadi untuk “available for sale debt and
equity securities”.
7. IFRS tidak mengizinkan hal yg
sama untuk “available for sale equity ”, namun mengizinkan reversal
untuk “available for sale debt securities” dan “held-tomaturity
securities”.
3.PSAK No.
24 Mengenai Imbalan Kerja
Secara umum PSAK 24 adalah mengatur
pernyataan akuntansi tentang imbalan kerja di perusahaan.
Latar belakang Penerapan PSAK 24
tentang Imbalan Kerja adalah: Undang-Undang Ketenagakerjaan (UUK) Nomor 13
Tahun 2003 mengatur secara umum mengenai tatacara pemberian imbalan-imbalan di
perusahaan, mulai dari imbalan istirahat panjang sampai dengan imbalan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Imbalan-imbalan di UUK tersebut
dapat diatur lebih lanjut di Peraturan Perusaaan (PP) atau di Perjanjian Kerja
Bersama (PKB) antara Perusahaan dan Serikat Pekerja dan tentu saja merujuk
kepada ketentuan di UUK.
Dengan berlakunya UUK ini
mengakibatkan perusahaan akan dibebani dengan jumlah pembayaran pesangon yang
tinggi terutama untuk perusahaan yang memiliki jumlah karyawan ribuan orang.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kemungkinan terganggunya cash flow
perusahaan akibat dari ketentuan dalam UU No. 13 tahun 2003 tersebut, maka PSAK
No. 24 mengharuskan perusahaan untuk membukukan pencadangan atas kewajiban
pembayaran pesangon/imbalan kerja dalam laporan keuangannya. Pernyataan ini
mengharuskan pemberi kerja (entitas) untuk mengakui:
- Liabilitas, jika pekerja telah memberikan jasanya dan berhak memperoleh imbalah kerja yang akan dibayarkan di masa depan; dan
- Beban, jika entitas menikmati manfaat ekonomis yang dihasilkan dari jasa yang diberikan oleh pekerja yang berhak memperoleh imbalan kerja.
Jika dilihat dari jenis imbalan
kerja yang termasuk kedalam definisi imbalan kerja di PSAK-24 adalah sebagai
berikut:
1.
Imbalan Kerja Jangka Pendek: Yaitu
imbalan kerja yang jatuh temponya kurang dari 12 bulan. Contoh dari Imbalan
Kerja Jangka Pendek ini adalah; Gaji, iuran Jaminan Sosial, cuti tahunan, cuti
sakit, bagi laba dan bonus (jika terutang dalam waktu 12 bulan pada periode
akhir pelaporan), dan imbalan yang tidak berbentuk uang (imbalan kesehatan,
rumah, mobil, barang dan jasa yang diberikan secara cuma-cuma atau memalui
subsidi).
2.
Imbalan Pasca Kerja: Yaitu imbalan kerja yang diterima
pekerja setelah pekerja sudah tidak aktif lagi bekerja. Contoh dari Imbalan
Pasca Kerja ini adalah : Imbalan Pensiun, Imbalan asuransi jiwa pasca kerja,
imbalan kesehatan pasca kerja. Jika dikaitkan dengan penjelasan diawal tulisan
ini, imbalan pasca kerja yang tercantum di perundangan ketenagakerjaan adalah;
Imbalan Pensiun, Meninggal Dunia, Disability/cacat/medical unfit dan
mengundurkan diri.
3.
Imbalan Kerja Jangka Panjang: Yaitu
imbalan kerja yang jatuh temponya lebih dari 12 bulan. Contoh dari Imbalan
Jangka Panjang ini adalah: Cuti besar/cuti panjang, penghargaan masa kerja
(jubilee) berupa sejumlah uang atau berupa pin/cincin terbuat dari emas dan
lain-lain.
4.
Imbalan Pemutusan Kontrak Kerja (PKK): Yaitu
imbalan kerja yang diberikan karena perusahan berkomitmen untuk: (1)
Memberhentikan seorang atau lebih pekerja sebelum mencapai usia pensiun normal,
atau (2) Menawarkan pesangon PHK untuk pekerja yang menerima penawaran
pengunduran diri secara sukarela (golden shake hand). Imbalan ini dimasukan
kedalam pernyataan PSAK-24, jika dan hanya jika perusahaan sudah memiliki
rencana secara jelas dan detail untuk melakukan PKK dan kecil kemungkinan untuk
membatalkannya.
Salah satu ketentuan di UUK adalah
mengenai imbalan pasca kerja, yaitu imbalan yang harus diberikan perusahaan
kepada karyawan ketika karyawan sudah berhenti bekerja (pasca kerja=setelah
kerja).
Imbalan-imbalan Pasca Kerja tersebut
secara akuntansi harus di cadangkan dari saat ini, karena imbalan-imbalan pasca
kerja tersebut termasuk ke dalam salah satu konsep akutansi yaitu accrual
basis. Ada 4 (empat) imbalan pasca kerja yang dihitung untuk di cadangkan dalam
PSAK-24, yaitu:
1.
Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Pensiun;
2.
Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Sakit
Berkepanjangan/Cacat;
3.
Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Meninggal Dunia;
4.
Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Mengundurkan Diri.
Keempat imbalan kerja di atas harus
dihitung oleh perusahaan, karena ke-empat imbalan kerja tersebut termasuk dalam
prinsip akutansi imbalan kerja yaitu on going concern (berkelanjutan).
Alasan kenapa perusahaan harus menerapkan PSAK-24 adalah:
1.
Adanya prinsip akutansi accrual basis. Penerapan
PSAK-24 pada perusahaan adalah sesuai prinsip akutansi accrual basis, yaitu
perusahaan harus mempersiapkan (mencadangkan/mengakui) utang (liability),
untuk imbalan yang akan jatuh tempo nanti.
2.
Tidak ada kewajiban yang tersembunyi. Artinya jika
didalam laporan keuangan tidak ada account untuk imbalan pasca kerja (melalui
PSAK 24), maka secara tidak langsung perusahaan sebenarnya “menyembunyikan”
kewajiban untuk imbalan pasca kerja.
3.
Berkaitan dengan arus kas, jika ada karyawan yang
keluar karena pensiun dan perusahaan memberikan manfaat pesangon pensiun kepada
karyawan tersebut, maka pada periode berjalan perusahaan harus mengeluarkan
sejumlah uang yang mengurangi laba perusahaan. Jika dari awal perusahaan sudah
mencadangkan imbalan pensiun ini (imbalan pasca kerja), maka imbalan pensiun
yang dibayarkan tersebut tidak akan secara langsung mengurangi laba, akan
tetapi akan mengurangi pencadangan/accrual/kewajiban atas imbalan pasca kerja
yang telah di catatkan perusahaan di laporan keuangan.
Sumber
Erin
Kristian. 4, April, 2013.Penerapan IFRS dalam penyusunan laporan keuangan. http://erin-kristian.blogspot.com/2013/04/penerapan-ifrs dalam-penyusunan-laporan.html
Frederick D.S. Choi, dan Gary K. 2005.
Meek.International Accounting, Jakarta: Salemba
Empat,2005.
Keuangan
LSM. 6, Mei, 2015.PSAK 24 Mengenai Imbalan Kerja. http://keuanganlsm.com/psak-24-mengenai-imbalan-kerja/
Oktavia.
2010. Going Concern Dan Implikasinya
Terhadap pelaporan keuangan Dan
Auditing. Jurnal Akuntansi. vol. 2
No.1.305-328
Siti Nurviani. 9, April,
2013.Perbandingan IFRS dengan PSAK. http://viahzrdous99.blogspot.com/2013/04/perbandingan-ifrs-dengan psak_2652.html
0 Response to "TUGAS 2 "Akuntansi Internasional""
Posting Komentar