tugas softskil 2
Pekbis
Jurnal, Vol.1, No.3, November 2009: 159-167
ETIKA
& PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK
Mudrika
Alamsyah Hasan
Dosen
FE Universitas Riau
ABSTRAK
Tulisan
ini menguraikan tentang etika profesi akuntan publik yang merupakan
karakteristik dari suatu profesi yang membedakan dengan profesi yang lain dan
yang berfungsi mengatur tingkah laku para anggotanya. Profesi akuntan publik
saat ini tengah menghadapi berbagai sorotan tajam dari masyarakat, terlebih
setelah terungkapnya kasus manipulasi yang dilakukan perusahaan Enron yang
merupakan tonggak pemicu terjadinya krisis kepercayaan dalam profesi akuntan.
Tulisan ini difokuskan terutama untuk menjawab bagaimana peranan etika profesi
dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik.
profesional bagi akuntan publik adalah prilaku untuk bertanggung jawab terhadap
profesinya, diri sendiri, peraturan, undang-undang, klien, dan masyarakat
termasuk para pemakai laporan keuangan.
Key
Words : Etika profesional, akuntan publik
PENDAHULUAN
Dalam
menjalankan profesinya, seorang akuntan diatur oleh suatu kode etik akuntan.
Kode etik akuntan yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan
dengan para klien, antara akuntan dengan sejawatnya, dan antara profesi dengan
masyarakat. Akuntan publik sebagai pihak yang bebas dan tidak memihak (independen
) dalam melakukan pemeriksaan yang objektif atas laporan keuangan dan
menyatakan pendapatnya atas kewajaran laporan keuangan, sangat diperlukan
jasanya oleh masyarakat pengguna laporan keuangan. Guna meningkatkan
kepercayaan pemakai jasa profesi akuntan publik sebagaimana layaknya yang
mereka harapkan, maka perlu adanya kode etik akuntan, termasuk kode etik bagi
akuntan publik. Dengan adanya kode etik, para akuntan publik dapat menentukan
mana perilaku yang pantas (etis) ia lakukan dan mana yang tidak
pantas
( tidak etis). Penetapan kode etik oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
sebagai satu-satunya organisasi profesi di Indonesia, merupakan upaya dalam
rangka penegakan etika, dalam hal ini khususnya bagi akuntan publik.
Berkembangnya profesi akuntan publik, telah banyak diakui oleh berbagai
kalangan masyarakat. Sedikit tidaknya masyarakat dunia usaha telah
menggantungkan kebutuhan bisnisnya dengan jasa akuntan publik. Seiring dengan
perkembangan tersebut, muncul pula suatu fenomena baru di tengah kehidupan
bisnis masyarakat kita akhir-akhir ini. Meskipun IAI sudah menetapkan kode etik
bagi akuntan termasuk akuntan publik, tetapi masih tetap ada
pelanggaranpelanggaran etika. Adanya pelanggaran-pelanggaran etika ini tentu
saja menimbulkan krisis kepercayaan terhadap profesi akuntan publik itu
sendiri. Ini merupakan tantangan bagi akuntan publik pada masa yang akan datang
untuk tetap mempertahankan citra profesinya di mata masyrakat. Oleh karena itu
sudah sewajarnya diperlukan penegakan etika bagi akuntan publik, terlebih lagi
setelah munculnya krisis kepercayaan tersebut. Dengan adanya penegakan etika,
diharapkan mampu menghilangkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap profesi
akuntan publik.
Etika & Profesional Akuntan
Publik
(Mudrika Alamsyah Hasan)
Berdasarkan latar belakang masalah
di atas, maka dapat diidentifikasikan
beberapa masalah sebagai berikut.
1. Sejauhmana perlunya penegakan
etika bagi akuntan publik.
2. Faktor-faktor apa yang
berpengaruh terhadap penegakan etika akuntan publik.
3.
Bagaimana tanggung jawab IAI dalam upaya penegakan etika profesi akuntan,
khususnya akuntan publik.
TINJAUAN
TEORITIS
Etika, Profesi dan Peran Kode Etik
Di Indonesia etika diterjemahkan menjadi kesusilaan karena sila berarti
dasar, kaidah atau aturan, sedangkan su berarti baik, benar dan bagus.
Selanjutnya, selain kaidah etika masyarakat juga terdapat apa yang disebut
dengan kaidah profesional yang khusus berlaku dalam kelompok profesi yang bersangkutan.
Oleh karena merupakan konsensus, maka etika tersebut dinyatakan secara tertulis
atau formal dan selanjutnya disebut “kode etik”. Sifat sanksinya juga moral
psikologik, yaitu
dikucilkan
atau disingkirkan dari pergaulan kelompok profesi yang bersangkutan
(Arens
:2008).
Chua et al, (dalam jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2000), dalam konteks etika
profesi, mengungkapkan bahwa etika profesional juga berkaitan dengan perilaku
moral. Dalam hal ini perilaku moral lebih terbatas pada pengertian yang
diliputi kekhasan pola etis yang diharapkan untuk profesi tertentu. Dengan
demikian, yang dimaksud etika dalam konteks makalah ini adalah tanggapan atau
penerimaan seseorang terhadap suatu peristiwa moral tertentu melalui proses
penentuan yang kompleks dengan penyeimbangan pertimbangan sisi dalam (inner)
dan sisi luar (outer) yang disifati oleh kombinasi unik dari
pengalaman dan pembelajaran dari masing-masing individu, sehingga dia dapat
memutuskan tentang apa yang harus dilakukannya dalam situasi tertentu.
Keberadaan kode etik yang menyatakan secara eksplisit beberapa kriteria tingkah
laku yang khusus terdapat pada profesi, maka dengan cara ini kode etik profesi
memberikan beberapa solusi langsung yang mungkin tidak tersedia dalam teori-teori
yang umum. Di samping itu dengan adanya kode etik, maka para anggota profesi
akan lebih memahami apa yang diharapkan profesi terhadap anggotanya. Kewajiban
untuk mematuhi kode etik ini berlaku untuk semua akuntan, termasuk
akuntan
publik.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku Etis Akuntan Publik
Griffin dan Ebert (1998) mendefinisikan perilaku etis sebagai perilaku
yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan
dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan yang membahayakan. Mc-Conell
(dalam Nurhayati 1998), menyatakan bahwa perilaku kepribadian merupakan
karakteristik individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
karakteristik yang
dimaksud
meliputi : sifat, kemampuan, nilai, keterampilan, sikap serta intelegensi yang
muncul dalam pola perilaku seseorang. Jadi perilaku merupakan perwujudan atau
manifestasi karakteristik seseorang dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Dalam hubungannya dengan akuntan publik, berdasarkan Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia (edisi 2001) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang memungkinkan
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis akuntan, termasuk
akuntan
publik. Faktor-faktor tersebut antara lain :
1.
Faktor Posisi / Kedudukan.
Ponemon
(1990) menunjukkan bahwa semakin tinggi posisi / kedudukan di KAP ( dalam hal
ini Partner dan Manajer) cenderung memiliki pemikiran etis yang rendah,
sehingga berakibat pada rendahnya sikap dan perilaku etis mereka.
2.
Faktor imbalan yang diterima (
berupa gaji / upah dan penghargaan /insentif)
Pada
dasarnya seseorang yang bekerja, mengharapkan imbalan yang sesuai dengan
pekerjaannya. Karena dengan upah yang sesuai dengan pekerjaannya, maka akan
timbul pula rasa gairah kerja yang semakin baik dan ada kecenderungan untuk
bekerja secara jujur disebabkan ada rasa timbal balik yang selaras dan
tercukupi kebutuhannnya. Selain gaji/upah, seseorang yang bekerja membutuhkan
penghargaan atas hasil karya yang telah dilakukan, baik penghargaan yang
bersifat materil maupun non materil. Jika ia mendapatkan penghargaan sesuai
dengan karyanya maka si pekerja akan berbuat sesuai aturan kerja dalam rangka
menjaga citra profesinya baik di dalam maupun diluar pekerjaannya .
3.
Faktor Pendidikan (formal, nonformal
dan informal)
Sudibyo
(1995 dalam Khomsiyah dan Indriantoro 1997) menyatakan bahwa pendidikan
akuntansi (pendidikan formal) mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku
etis akuntan publik.
4.
Faktor organisasional (perilaku
atasan, lingkungan kerja, budaya organisasi, hubungan dengan rekan kerja).
Komitmen atasan merupakan wibawa dari profesi, bila atasan tidak memberi contoh
yang baik pada bawahan maka akan menimbulkan sikap dan perilaku tidak baik
dalam diri bawahan sebab ia merasa bahwa atasannya bukanlah pemimpin yang baik
(Anaraga 1998). Lingkungan kerja turut menjadi faktor yang mempengaruhi etika
individu. Lingkungan kerja yang baik akan membawa pengaruh yang baik pula pada
segala pihak, termasuk para pekerja, hasil pekerjaan dan perilaku di dalamnya.
5.
Faktor Lingkungan Keluarga
Pada
umumnya individu cenderung untuk memilih sikap yang konformis/ searah dengan
sikap dan perilaku orang-orang yang dianggapnya penting (dalam hal ini anggota
keluarga). Kecenderungan ini antara lain di motivasi oleh keinginan untuk
berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik. Jadi jika lingkungan
keluarga bersikap dan berperilaku etis, maka yang muncul adalah sikap dan
perilaku etis pula (Azwar 1998 : 32 ).
6.
Faktor Pengalaman Hidup
Beberapa
pengalaman hidup yang relevan dapat mempengaruhi sikap etis apabila pengalaman
hidup tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Apabila seseorang dapat mengambil
pelajaran dari pengalaman masa lalunya maka akan menumbuhkan sikap dan perilaku
yang semakin etis .
7.
Faktor Religiusitas
Agama
sebagai suatu sistem, mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena ia
meletakkan dasar konsep moral dalam individu. Setiap agama mengajarkan konsep
sikap dan perilaku etis, yang menjadi stimulus dan dapat memperteguh sikap dan
perilaku etis.
8. Faktor Hukum (sistem hukum dan
sanksi yang diberikan).
Kasir (1998), berpendapat bahwa
hukum yang berlaku pada suatu profesi hendaklah mengandung muatan etika agar
anggota profesi merasa terayomi. Demikian halnya dengan sanksi yang dikenakan
harus tegas dan jelas sehingga anggota cenderung tidak mengulang kesalahan yang
sama dalam kesempatan yang berbeda.
9. Faktor Emotional Quotient (EQ).
EQ adalah bagaimana seseorang itu
pandai mengendalikan perasaan dan emosi pada setiap kondisi yang melingkupinya.
EQ lebih penting dari pada IQ. Bagaimanapun juga seseorang yang cerdas bukanlah
hanya cerdas dalam hal intelektualnya saja, tetapi intelektualitas tanpa adanya
EQ dapat melahirkan perilaku yang tidak etis (Goleman, 1997). Berdasarkan
faktor-faktor di atas dapat disimpulkan bahwa sikap akan menentukan warna atau
corak tingkah laku seorang untuk berperilaku etis dan tidak etis.
Upaya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
Terhadap Penegakan Etika Akuntan Publik.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai satu-satunya organisasi profesi akuntan
di Indonesia telah berupaya untuk melakukan penegakan etika profesi bagi
akuntan publik. Untuk mewujudkan perilaku profesionalnya, maka IAI menetapkan
kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik tersebut dibuat untuk menentukan
standar perilaku bagi para akuntan, terutama akuntan publik (Arens :2008).
Al-Haryono Yusuf (2001) menyatakan bahwa kode etik Ikatan Akuntan Indonesia
sebagaimana ditetapkan dalam kongres VIII Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) di
Jakarta pada tahun 1998, terdiri dari.
1.
Prinsip Etika
Terdiri
dari 8 prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika
profesional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, dan mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota, yang meliputi: tanggung
jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan
kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar
teknis.
2.
Aturan Etika Kompartemen Akuntan
Publik
Terdiri
dari independen, integritas dan objektivitas, standar umum dan prinsip
akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan seprofesi,
serta tanggung jawab dan praktik lain.
3.
Interpretasi Aturan Etika.
Interpretasi
aturan etika merupakan panduan dalam menerapkan etika, tanpa dimaksudkan untuk
membatasi lingkup dan penerapannnya. Di Indonesia, penegakan kode etik
dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit organisasi, yaitu: Kantor
Akuntan Publik, Unit Peer Reiew Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Badan Pengawas
Profesi Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Dewan Pertimbangan Profesi-IAI,
Departemen Keuangan RI, dan BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi,
pengawasan terhadap kode etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para
anggota dan pimpinan KAP. Meskipun telah dibentuk unit organisasi penegakan
etika sebagaimana disebutkan di atas, namun demikian pelanggaran terhadap kode
etik ini masih ada. Berdasarkan laporan Dewan Kehormatan dan Pengurus Pusat IAI
dalam kongres IAI, pelanggaran terhadap kode etik dan sengketa secara umum
meliputi sebagai berikut :
a.
Kongres V (1982-1986), meliputi:
publikasi, pelanggaran obyektivitas dan komunikasi.
b.
Kongres VI (1986-1994), meliputi:
publikasi, pelanggaran obyektivitas dan komunikasi.
c.
Kongres VII (1994-1994 ), meliputi:
standar teknis, komunikasi dan publikasi.
d.
Kongres VIII (1990-1994), meliputi:
obyektivitas, komunikasi, standar teknis dan kerahasiaan.
Berdasarkan
pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun IAI telah berupaya
melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan, khususnya akuntan publik, namun
demikian sikap dan perilaku tidak etis dari para akuntan publik masih Tetap
ada. Hal ini terlihat dari laporan Dewan Kehormatan IAI untuk tiap-tiap periode
selalu menunjukkan adanya kasus pelanggaran etika.
Kasus : Audit Bank
Saat ini para auditor independen sejumlah bank bermasalah diajukan ke Badan
Peradilan Profesi Akuntan Publik (BP2AP) IAI (Ikatan Akuntan Indonesia). Vonis
dari badan ini, apabila berupa sanksi pemberhentian sementara atau tetap,
otomatis berpengaruh terhadap izin praktek yang dikeluarkan oleh Menkeu.
Salah satu persyaratan izin praktek adalah keharusan sebagai anggota IAI. Kalau
keanggotaannya diberhentikan sementara, otomotis Menkeu juga akan
memberhentikan sementara yang bersangkutan. Sejauh ini memang belum pernah ada
sanksi sampai pencabutan keanggotaan. Hal ini karena belum ada kasus yang
sedemikian berat. Namun, sanksi pemberhentian sementara sudah cukup sering
dikeluarkan.
Sementara itu sepuluh akuntan publik belum lama ini telah diberi sanksi
peringatan oleh pihak Departemen Keuangan RI. “Hasil evaluasi menunjukkan bahwa
ada 10 akuntan publik yang melanggar standar audit dan kepada mereka telah
digunakan sanksi peringatan”.
Depkeu dapat memberikan sanksi peringatan, pembekuan izin, dan pencabutan izin
kepada akuntan publik dan kantor akuntan publik (KAP). Sanksi peringatan
dikenakan sebanyak tiga kali berturut-turut dengan selang waktu maksimal enam
bulan. Setelah peringatan ketiga tidak ada perbaikan dalam waktu sebulan, jatuh
sanksi pembekuan izin. Jika penyebab dari sanksi pembekuan izin tidak juga
diatasi sampai berakhirnya sanksi, izin akuntan publik dan atau KAP bersangkutan
dicabut.
Tindakan yang diambil baik oleh BP2AP maupun Depkeu itu merupakan tindak lanjut
atas “ribut-ribut”nya ICW (Indonesian Corruption Watch). ICW menemukan
adanya berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh para akuntan publik tatkala mengaudit
bank-bank bermasalah untuk tahun buku 1995, 1996, dan 1997. Ada 10 KAP yang
melakukan audit terhadap 36-dari 38-bank yang kemudian dibekukan kegiatan
usahanya (BBKU).
Dari hasil pengolahan data yang diberikan oleh ketua tim investigasi ICW, Agam
Fatchurrochman, bisa disimpulkan, antara lain, bahwa hampir semua ( 9 KAP)
tidak melakukan pengujian yang memadai atas suatu rekening, dokumentasi audit
pada umumnya kurang memadai (7 KAP), dan ada satu auditor yang tidak paham
peraturan perbankan tetapi menerima penugasan audit terhadap bank.
PEMBAHASAN
Pada Bab ini, penulis melakukan pembahasan mengenai kasus yang ada pada point
no. 2.4 yaitu tentang “ Audit Bank”. Adapun uraian pembahasan berdasarkan
kepada latar belakang masalah dan tinjauan teoritis yang ada pada Bab II.
Dengan pembahasan kasus ini, nantinya akan membantu menjawab permasalahan yang
ada pada identifikasi masalah.
Read Users' Comments (0)